Netralitas ASN Dalam Pemilu dan Pilkada

Awasi PemiluNetralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada selalu dipertanyakan dan diperdebatkan seiring tingginya pengaduan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh ASN.
Netralitas ASN dalam Pemilu dan Pilkada selalu dipertanyakan dan diperdebatkan seiring tingginya pengaduan terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh ASN.
Netralitas ASN Dalam Pemilu dan Pilkada

Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), Pasal 2, telah mengatur 13 (tiga belas) asas ASN dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN, salah satunya adalah netralitas yang dilakukan oleh ASN. 
Pasal 9, ayat 2 menyatakan bahwa pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Selain itu, Pasal 87 ayat 4 menegaskan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. 
Dalam penjelasan UU ASN dinyatakan juga bahwa ‘Dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) sangat penting dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap integritas dan transparansi Pemilihan Umum (Pemilu). ASN memiliki peran penting dalam menjamin pelaksanaan Pemilu yang berintegritas dan netral.
Sebagai pelayan publik, ASN harus memahami dan menerapkan prinsip netralitas dalam setiap tahapan Pemilu, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan dan pengumuman hasil Pemilu. ASN harus menjaga agar tidak terlibat dalam aktivitas atau dukungan politik tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dapat mempengaruhi integritas Pemilu.
ASN juga harus memastikan bahwa setiap tahapan Pemilu dilaksanakan secara adil, transparan, dan profesional tanpa memihak pada satu pihak atau kandidat tertentu. 
Hal ini termasuk di dalamnya menjaga keamanan dan ketertiban selama pelaksanaan Pemilu, memastikan penggunaan dana Pemilu sesuai dengan peraturan yang berlaku, serta meminimalisir adanya praktik-praktik politik uang atau money politics.
Selain itu, ASN juga harus menghindari konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi netralitas mereka selama Pemilu. Misalnya, ASN yang terlibat dalam kampanye politik atau terafiliasi dengan partai politik tertentu harus mengundurkan diri dari jabatan atau posisi tersebut selama Pemilu.
Untuk menjaga kenetralitasan ASN selama Pemilu, perlu dilakukan pengawasan dan pengendalian yang ketat dari pihak instansi pemerintah dan masyarakat. 
Pihak instansi pemerintah harus memastikan bahwa ASN tidak terlibat dalam kegiatan politik selama Pemilu dan memberikan sanksi tegas bagi ASN yang melanggar prinsip netralitas. 
Selain itu, masyarakat juga dapat memberikan informasi dan laporan jika menemukan adanya praktik pelanggaran netralitas oleh ASN selama Pemilu.
Dengan menjaga netralitas ASN selama Pemilu, diharapkan masyarakat dapat mempercayai integritas dan transparansi pelaksanaan Pemilu. ASN sebagai pelayan publik harus memegang teguh prinsip netralitas dalam menjalankan tugas-tugasnya demi kepentingan publik yang lebih besar.
Sebagai aparatur pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat, ASN memberikan pelayanan publik secara langsung dan berinteraksi dengan masyarakat. 
Netralitas terhadap politik harus dimiliki oleh ASN agar tidak terlibat menjadi anggota partai politik dan terhindar dari kepentingan-kepentingan politik yang mengarahkan ASN untuk dapat memobilisasi (massa)/masyarakat untuk kepentingan politik tertentu”. 
Semua ketentuan ini mengakibatkan dilematis bagi ASN/PNS, di satu sisi mereka adalah mahluk politik yang memiliki preferensi politik dalam menentukan, di sisi lainnya sebagai profesi ASN/PNS mereka harus bersikap netral / keberpihakan dari partai/pihak tertentu.

Pengertian Netralitas ASN 

Mengacu pada penjabaran di atas maka definisi netralitas menurut perundang-undangan adalah sebagai berikut: Setiap ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun (Pasal 2 Huruf f, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN). 
Adapun definisi Netralitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan dan sikap netral, dalam arti tidak memihak, atau bebas. 
Netralitas Aparatur Sipil Negara juga mengandung makna impartiality yaitu bebas kepentingan, bebas intervensi, bebas pengaruh,adil, objektif, dan tidak memihak. 
Sementara itu menurut Marbun dalam Sri Hartini menyampaikan bahwa netralitas Aparatur Sipil Negara adalah bebasnya Pegawai Negeri Sipil dari pengaruh kepentingan partai politik tertentu atau tidak memihak untuk kepentingan partai politik tertentu atau tidak berperan dalam proses politik.
Apabila dikaitkan dengan penyelenggaraan Pilkada, netralitas dapat didefenisikan sebagai perilaku tidak memihak, atau tidak terlibat yang ditunjukan birokrasi pemerintahan dalam masa kampanye kandidat kepala daerah di ajang pemilukada baik secara diam-diam maupun terang-terangan. 
Menurut La Ode Muh. Yamin (2013), ada dua indikator utama dari netralitas
politik, yaitu:
a. Tidak terlibat, dalam arti tidak menjadi tim sukses calon kandidat pada masa kampanye atau menjadi peserta kampanye baik dengan menggunakan atribut partai atau
atribut PNS. 
b. Tidak memihak, dalam arti tidak membantu dalam membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan salah
satu pasangan calon, tidak mengadakan kegiatan yang
mengarah kepada keberpihakan terhadap salah satu
pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada
masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan,
seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkup
unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat, serta
tidak membantu dalam menggunakan fasilitas negara
yang terkait dengan jabatan dalam rangka pemenangan
salah satu calon pasangan Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah pada masa kampanye.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa Esensi Netralitas adalah:
a. Komitmen, integritas moral dan tanggungjawab pada pelayanan publik
b. Menjalankan tugas secara professional dan tidakberpihak
c. Tidak melakukan pelanggaran konflik kepentingandalam tugasnya
d. Tidak menyalahgunakan tugas, status, kekuasaan dan jabatannya.

Larangan  Terkait  Pemilu Bagi  ASN

Menurut UU Nomor 5 Tahun 2014 pasal 2 huruf f disebutkan bahwa netralitas adalah salah satu asas dalam penyelenggaraan dan kebijakan manajemen ASN. 
Di dalam penjelasan UU ASN menyebutkan “asas netralitas adalah bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun”. 
Dalam kedudukannya sebagai seorang pegawai ASN, sebagaimana yang terdapat dalam UU ASN Pasal 9 butir 2 disebutkan “pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik”; menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak sebagai prinsip nilai dasar (Pasal 4 huruf d, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN); melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan (Pasal 5 ayat 2 huruf d, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN). 
Dalam melaksanakan tugasnya, ASN harus mengikuti perintah atasan atau pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintah (Pasal 5 ayat 2 huruf e, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN). 
Hal ini mengakibatkan ASN harus bisa melaksanakan tugasnya dengan menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya (Pasal 5 ayat 2 huruf h, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN);
Pegawai ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik (Pasal 9 butir 2, UU Nomor 5 Tahun 2014 Tentang ASN).
Adapun berbagai larangan terkait pemilu bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2011 tentang Disiplin PNS, adalah sebagai berikut: 
1. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
cara : 
a. Ikut serta sebagai pelaksana kampanye 
b. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan
atribut partai atau atribut PNS 
c. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan
PNS lain; dan/atau 
d. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan
fasilitas Negara (Pasal 4 Angka 12 PP Nomor 53
Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil) 
2. Memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil
Presiden dengan cara : 
a. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau 
b. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang
menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang
kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya,
anggota keluarga, dan masyarakat (Pasal 4 Angka
13 PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil). 
3. Memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan
Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah dengan cara:
 
Memberikan surat
dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau
Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan
perundangundangan (Pasal 4 Angka 14 PP Nomor 53
Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil); 
4. Memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/
Wakil Kepala Daerah, dengan cara: 
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk
mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.(Pasal 4 Angka 15 PP Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil).

Pelanggaran Netralitas ASN

Pelanggaran netralitas ASN dapat menjadi masalah serius dalam konteks pelayanan publik dan keberhasilan demokrasi di Indonesia. Sebagai abdi negara, ASN memiliki kewajiban untuk menjaga netralitasnya dalam menjalankan tugas-tugasnya, terlebih lagi dalam konteks pemilihan umum dan kegiatan politik.
Pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara dapat mencakup berbagai perilaku, seperti dukungan terbuka atau tersembunyi terhadap salah satu calon atau partai politik, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik, atau bahkan keengganan untuk melayani warga negara yang memiliki pandangan politik berbeda. 
Tindakan semacam ini tidak hanya melanggar kode etik dan peraturan ASN, tetapi juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi publik.
Sangat penting bagi ASN untuk memahami pentingnya netralitas dan menjaga sikap objektif dalam menjalankan tugas-tugasnya. Hal ini termasuk dalam kategori profesionalisme ASN. 
ASN harus dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan negara dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai pelayan publik. ASN harus bersikap adil dan netral dalam melayani masyarakat, tidak memihak atau berpihak pada golongan atau individu tertentu.
Penegakan kenetralitasan ASN merupakan tanggung jawab bersama antara ASN, pimpinan instansi, dan aparat penegak hukum. 
Pimpinan instansi harus memberikan contoh dan mengambil tindakan tegas terhadap ASN yang melanggar netralitas. Sementara aparat penegak hukum harus mengambil tindakan hukum yang sesuai terhadap ASN yang melakukan pelanggaran netralitas.
Dalam konteks pemilihan umum, ASN harus memahami peraturan dan batasan yang berlaku, serta menghindari terlibat dalam aktivitas politik yang dapat merusak netralitasnya. 
ASN harus menjaga jarak dengan kegiatan politik dan tidak mengungkapkan dukungan atau pandangan politik secara terbuka maupun tersembunyi. Selain itu, ASN juga harus menghindari penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai abdi negara, ASN harus selalu mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok. ASN harus menjadi teladan dalam menjaga netralitas dan profesionalisme, sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas dan membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi publik.

Penyebab Pelanggaran Netralitas ASN

Pelanggaran netralitas ASN dapat terjadi karena berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. 
Faktor internal meliputi sikap dan perilaku ASN yang tidak netral dan tidak profesional dalam menjalankan tugas-tugasnya, sedangkan faktor eksternal meliputi tekanan dari pihak luar, seperti politisi atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi ASN untuk memihak pada kepentingan mereka.
Faktor internal yang dapat menyebabkan pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN antara lain adalah kurangnya pemahaman dan kesadaran akan pentingnya netralitas dalam menjalankan tugas-tugas ASN. ASN yang tidak memahami pentingnya netralitas dapat dengan mudah terpengaruh oleh kepentingan politik atau pribadi tertentu.
Selain itu, faktor internal lainnya adalah kecenderungan ASN untuk memihak pada kelompok atau individu tertentu karena faktor personal, seperti hubungan persahabatan atau kekerabatan. Hal ini dapat mempengaruhi sikap dan perilaku ASN dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai pelayan publik.
Faktor eksternal yang dapat menyebabkan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara adalah tekanan dari pihak luar, seperti politisi atau kelompok tertentu yang berusaha mempengaruhi ASN untuk memihak pada kepentingan mereka. 
Hal ini dapat terjadi melalui berbagai cara, seperti memberikan imbalan atau ancaman terhadap ASN yang tidak memihak pada mereka.
Selain itu, faktor eksternal lainnya adalah kurangnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN. 
ASN yang tidak merasa ada sanksi atau hukuman yang jelas terhadap pelanggaran netralitas cenderung merasa bebas untuk memihak pada kepentingan politik atau pribadi tertentu.
Untuk mencegah pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN, perlu dilakukan berbagai upaya, seperti peningkatan kesadaran ASN akan pentingnya netralitas dan profesionalisme dalam menjalankan tugas-tugasnya, pengawasan yang ketat terhadap pelanggaran netralitas, dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran netralitas ASN. 
Selain itu, perlu juga dilakukan pengembangan sistem pengawasan dan kontrol internal di dalam instansi pemerintah guna memastikan bahwa ASN dapat bekerja secara netral dan profesional.
Beberapa faktor penyebab ASN tidak netral, antara lain (hasil kajian KASN pada tahun 2018):
a. Motif Mendapatkan/Mempertahankan Jabatan
Patronasi politik terjadi karena Kepala Daerah adalah pejabat politik yang sekaligus menjabat sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). 
PPK memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam mempromosikan, memutasi, mendemosi pegawai ASN. Hal ini mengakibatkan pegawai ASN dalam situasi dilematis. Di satu sisi, mereka harus bersikap netral dalam arti tidak menunjukkan keberpihakan terhadap kepala daerah yang meminta dukungan pada saat pelaksanaan Pilkada, di sisi lain, karier mereka berada di tangan kepala daerah.
b. Adanya hubungan primordial
Pelanggaran ASN terhadap asas netralitas juga dipicu oleh hubungan kekeluargaan, kesamaan pejabat politik, baik hubungan di dalam organisasi maupun di luar organisasi yang mengganggu profesionalisme dalam menjalankan tugas.
Dampak dari primordialisme adalah lemahnya penegakan asas netralitas, PPK tidak menindaklanjuti dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN, termasuk tidak melaksanakan rekomendasi yang sudah diberikan KASN.
c. Ketidakpahaman terhadap regulasi berkaitan dengan Netralitas
Beberapa pegawai ASN menyatakan bahwa mereka belum mengetahui dan memahami peraturan berkaitan dengan netralitas ASN yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokarasi (PANRB), Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). 
d. Faktor lain seperti adanya tekanan dari atasan;rendahnya integritas ASN; anggapan ketidaknetralan
adalah sebagai hal lumrah; dan sanksi yang diberikan tidak menimbulkan efek jera.

Pentingnya Netralitas Aparatur Sipil Negara ASN dalam Pemilu

Netralitas aparatur sipil negara (ASN) merupakan prinsip yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) di Indonesia. Prinsip ini mengharuskan ASN untuk tidak memihak atau berpihak pada salah satu kandidat atau partai politik yang bertarung dalam pemilu. 
Ketidakberpihakan ASN dalam pemilu memiliki peran yang sangat penting, baik dalam memastikan keberlangsungan pemilu yang fair dan adil, maupun dalam menjaga integritas ASN sebagai abdi negara yang profesional.
Terjaganya Netralitas yang dilakukan oleh ASN dalam pemilu harus sejalan dengan asas-asas dan prinsip-prinsip Pemilu dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengharuskan bahwa ASN harus netral dan tidak boleh berpihak pada salah satu calon atau partai politik dalam pemilu. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang mendasar, yaitu kesetaraan, keadilan, dan kebebasan.
Pentingnya netralitas yang dilakukan oleh ASN dalam pemilu dapat dilihat dari beberapa aspek diantaranya:
Pertama, netralitas Aparatur Sipil Negara dapat memastikan bahwa pemilu berlangsung secara fair dan adil. ASN memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemilu, mulai dari tahapan pendaftaran hingga penghitungan suara. 
Jika ASN tidak netral dan berpihak pada salah satu kandidat atau partai politik, maka pemilu dapat terjadi kecurangan atau ketidakadilan, yang dapat merusak demokrasi dan kepercayaan publik.
Kedua, netralitas yang dilakukan oleh ASN juga dapat menjaga integritas ASN sebagai abdi negara yang profesional. ASN diharapkan bekerja secara profesional dan berintegritas, serta melayani masyarakat secara objektif dan tanpa diskriminasi. 
Jika ASN terlibat dalam kegiatan politik atau berpihak pada salah satu kandidat atau partai politik, maka integritas ASN sebagai abdi negara yang profesional dapat dipertanyakan.
Oleh karena itu, ASN harus memahami pentingnya netralitas dalam pemilu dan menjaga agar tidak terlibat dalam kegiatan politik yang dapat merusak netralitas tersebut. ASN harus memenuhi tugas dan fungsinya secara objektif dan profesional, tanpa memihak pada salah satu kandidat atau partai politik. ASN juga harus mematuhi aturan dan peraturan yang berlaku dalam penyelenggaraan pemilu, serta menghindari konflik kepentingan yang dapat merusak integritas dan netralitasnya.
Dalam kesimpulannya, netralitas Aparatur Sipil Negara dalam pemilu sangat penting untuk memastikan pemilu berlangsung secara fair dan adil, serta menjaga integritas ASN sebagai abdi negara yang profesional. 
ASN harus memahami dan mematuhi prinsip-prinsip netralitas dalam penyelenggaraan pemilu, demi terciptanya pemilu yang berintegritas dan demokratis.
Demikian Artikel Netralitas ASN Dalam Pemilu dan Pilkada ini dibuat semoga bermanfaat.
Sumber:
kasn.go.id
bawaslu.go.id
Editor:
Admin Awasi Pemilu.