Sistem Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Sistem Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau Sistem pilkada diatur di dalam UUD 1945 dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua

Sistem Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau Sistem pilkada diatur di dalam UUD 1945 dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU. 
Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), regulasi pilkada adalah bagian dari rejim pemerintahan daerah (bukan rejim pemilu) sehingga regulasi tersebut tidak menjadi bagian yang diatur di dalam UU Pemilu.
Konstitusi menyatakan bahwa: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing kepala pemerintah daerah Provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis. 
Selain itu, undang-undang juga menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara serentak di seluruh wilayah NKRI. Hal ini yang kemudian menjadi dasar bagi penyelenggaraan pilkada secara langsung oleh rakyat.
Tidak ada pengaturan yang eksplisit di dalam regulasi terkait dengan dapil untuk pilkada. Namun demikian, jika dikaitkan status gubernur sebagai kepala daerah di tingkatan pemerintahan Provinsi, maka daerah pemilihan gubernur adalah di tingkatan Provinsi yang bersangkutan. 
Demikian juga dengan bupati dan walikota, dimana daerah pemilihan bupati adalah di kabupaten yang bersangkutan dan daerah pemilihan walikota adalah dikota yang bersangkutan.

Syarat Pencalonan Dalam Sistem Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Syarat pencalonan dalam Sistem Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau sistem pilkada diatur di dalam UU Pilkada. Beberapa diantaranya adalah: 
Bahwa setiap warga negara berhak memiliki kesempatan yang sama sebagai calon (tidak harus putra daerah dan tidak harus memiliki KTP di wilayah yang bersangkutan), pembatasan periode jabatan di jabatan yang sama selama maksimal dua periode berturut-turut,berhenti dari jabatannya bagi mereka yang mencalonkan diri di daerah lain,sejak ditetapkan sebagai calon, dan mengundurkan diri sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, PNS serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon.
Lebih jauh, undang-undang juga mengatur bahwa peserta pilkada adalah pasangan calon gubernur dan wakilnya, bupati dan wakilnya, walikota dan wakilnya, serta pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang.
Di bagian lain, undang-undang juga mengatur bahwa Parpol atau gabungan Parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika memiliki 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan.
Untuk calon gubernur yang berasal dari perseorangan, regulasi menyebutkan bahwa yang bersangkutan harus memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilu atau pilkada sebelumnya yang paling akhir di daerah yang bersangkutan dengan ketentuan mulai dari Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap terkecil (Provinsidengan penduduk sampai 2 juta jiwa harus didukung paling sedikit 10
persen) sampai pada Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih yang terbesar (Provinsi dengan penduduk lebih dari 12 juta jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen) yang tersebar di lebih dari 50persen jumlah Kabupaten/Kota di Provinsi yang bersangkutan. 
Di bagian lain, undang-undang juga menyebutkan bahwa Calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota dari perseorangan harus memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk yang mempunyai hak pilih dan termuat dalam daftar pemilih tetap pada pemilu atau pilkada sebelumnya yang paling akhir di daerah yang bersangkutan dengan ketentuan mulai dari Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap terkecil (Kabupaten/Kota dengan penduduk sampai 250 ribu jiwa harus didukung paling sedikit 10 persen) sampai pada Kabupaten/Kota dengan jumlahpenduduk yang termuat pada daftar pemilih yang terbesar (Kabupaten/Kota dengan penduduk lebih dari 1 juta jiwa harus didukung paling sedikit 6,5 persen)

Metode Pemberian Suara Pilkada

Sedangkan untuk metode pemberian suara, regulasi menyebutkan bahwa pemilih memberikan tanda satu kali pada nomor urut, foto, atau nama salah satu pasangan calon dalam surat suara.
Selanjutnya, undang-undang juga mengatur bahwa: Dalam hal pemberian suara dilakukan dengan cara
elektronik, penghitungan suara dilakukan dengan cara manual/elektronik.
Dengan demikian, regulasi memberikan ruang bagi mekanisme pemberian suara dengan sistem elektronik. 47 Sebagai tambahan informasi, berdasarkan Keputusan MK No. 47/81/PHPU.A/VII/2009, maka beberapa wilayah di Provinsi Papua menggunakan sistem noken.

Penentuan Pemenang Pilkada

Untuk penentuan pemenang, regulasi mengatur bahwa Pasangan Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. 
Dalam hal terdapat jumlah perolehan suara yang sama, maka pasangan calon yang memperoleh
dukungan pemilih yang lebih merata penyebarannya di seluruh Kabupaten/Kota untuk pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dan di seluruh kecamatan untuk pemilihan Bupati/Wakil Bupati dan pemilihanWalikota/Wakil Walikota ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. 
Undang-Undang ini juga mempertegas bahwa pasangan calon kepala daerah yang memperoleh
suara lebih dari 50 persen dinyatakan sebagai pasangan calon kepala daerah terpilih. 
Dengan demikian, sistem pilkada di Indonesia saat ini menggunakan sistem FPTP atau yang lebih populer dikenal dengan sebutan sistem suara terbanyak.
Sebagai tambahan informasi, Pilkada DKI memiliki sistem pemilu yang berbeda, dimana regulasi menyatakan bahwa: Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50 persen ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubenur dan Dalam hal tidak ada Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak, maka diadakan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh Pasangan Calon yang memperoleh suara
terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.
Dengan demikian, sama dengan sistem Pilpres, sistem Pilkada di DKI menggunakan sistem dua putaran dengan varian sistem mayoritas mutlak (majority run-off).

Waktu Penyelenggaraan Pilkada

Sedangkan untuk waktu penyelenggaraan, UU menyebutkan bahwa: Pemilihan dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali secara serentak diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sampai sejauh ini, telah dilaksanakan 4 kali penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2015, 2017, 2018 dan 2020. Selanjutnya, PKPU menyebutkan bahwa pemungutan suara dilaksanakan pada hari libur atau hari yang diliburkan.